Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain rishi dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/voxclear/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Diksi dan Etika Berbahasa pada Surat Resmi atau Pidato Publik – VoxClear.id

Diksi dan Etika Berbahasa pada Surat Resmi atau Pidato Publik

Dalam komunikasi formal seperti surat resmi dan pidato publik, pemilihan kata atau diksi bukan hanya soal tata bahasa, melainkan juga soal kesopanan, kejelasan makna, dan etika berbahasa. 

Salah satu contoh yang sering menjadi sorotan adalah penggunaan kata ganti orang “kami” dan “kita”. Dalam konteks formal, penggunaan kedua kata ini harus diperhatikan dengan baik karena mengandung perbedaan makna. “Kami” berarti pembicara tidak mengikutsertakan lawan bicara, sedangkan “kita” mengandung makna inklusif yang melibatkan lawan bicara. Kesalahan memilih di antara keduanya dapat menimbulkan kebingungan bahkan kesan tidak sopan. 

Surat resmi merupakan salah satu bentuk komunikasi tertulis yang menuntut ketepatan, kesantunan, dan kejelasan dalam berbahasa. Dalam praktiknya, masih banyak ditemukan penggunaan diksi yang tidak sesuai dengan norma kebahasaan dan etika komunikasi formal. Kesalahan ini kerap terjadi baik dalam struktur kalimat maupun pemilihan kata, seperti penggunaan kata “mengundang” yang terkesan memerintah, padahal surat resmi harus memiliki kesopanan yang tinggi. 

Maka, penggunaan kata tersebut dapat diperbaiki dengan susunan kalimat seperti, “kami mengharapkan kehadiran Bapak/Ibu…”. Dengan menggunakan kata “mengharapkan” maka tidak terkesan memerintah dan adanya etika kesopanan. 

Dengan begitu, pemahaman terhadap diksi yang tepat dalam surat resmi menjadi hal yang penting, terutama bagi mereka yang terlibat dalam institusi pendidikan atau pemerintahan.

Tidak hanya dalam surat, kesalahan diksi juga banyak terjadi dalam pidato publik. Banyak pejabat atau pembicara yang secara tidak sadar menggunakan kata “saya” dan “aku” secara tidak tepat. Dalam forum resmi, penggunaan “saya” lebih pantas karena bersifat netral dan sopan, sedangkan “aku” terkesan terlalu personal dan tidak sesuai dengan konteks resmi. Pemilihan kata kerja pun harus disesuaikan, misalnya menggunakan kata “memohon” atau “mengimbau” yang lebih halus daripada “menyuruh” atau “memerintahkan”.

Etika berbahasa dalam komunikasi formal menunjukkan seberapa besar penghormatan kita kepada lawan bicara atau audiens. Kesalahan dalam diksi bukan hanya soal teknis, tapi juga bisa menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap norma sosial dan budaya dalam berbahasa. 

Oleh karena itu, penting bagi setiap individu yang sedang dalam dunia pendidikan, pemerintahan, atau profesi lainnya untuk memperhatikan penggunaan kata-kata yang tepat dan santun. Pemahaman yang baik tentang diksi dan konteks penggunaannya akan memperkuat efektivitas komunikasi, serta menjaga citra dan kredibilitas penutur atau penulisnya. 

Editor: Salsabila Dwianugraheni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *